Oleh: Andang Heryahya, S.Pd, M.Pd*
Untuk memahami pendidikan Islam tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat sepotong apa yang ditemukan dalam realitas penyelenggaraan pendidikan Islam, tapi mesti melihatnya dari sistem nilai yang menjadi landasan paradigmanya. Hasan Langgulung menyatakan sangat keliru jika mengkaji pendidikan Islam hanya dari lembaga-lembaga pendidikan yang muncul dalam sejarah Islam, dari kurikulum, apalagi hanya dari metode mengajar, dan melepaskan
masalah idiologi Islam. Idiologi atau paradigma pendidikan Islam merupakan gambaran utuh tentang ketuhanan, alam semesta, dan tentang manusia yang dikaitkan dengan semua teori pendidikan Islam sehingga semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Sehingga diperlukan suatu paya untuk menegaskan kembali paradigma yang diperlukan untuk mengembangkan pendidikan Islam.
Dalam pelaksanaan pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dengan anak didik melibatkan faktor-faktor pendidikan guna mencapai tujuan tujuan pendidikan dengan didasari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu itulah kemudian disebut sebagai dasar paradigma pendidikan. Istilah dasar paradigma pendidikan dimaksudkan sebagai landasan tempet berpijak atau pondasi berdirinya suatu sistem pendidikan.
Dasar paradigma pendidikan Islam identik dengan dasar Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-quran dan al-Hadis. Dari kedua sumber inilah kemudian muncul sejumlah pemikiran mengenai masalah umat Islam yang meliputi berbagai aspek, termasuk di antaranya masalah pendidikan Islam. (Muhaimin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan pemikirannya). Sebagai dasar pendidikan Islam Al-Quran dan Al-Hadis adalah rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan teknik pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir (1994) menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi. Karena fungsi pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. Dalam lintasan sejarah peradapan Islam peran pendidikan ini benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab hingga Eropa Timur. Untuk itu adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik erupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam tidak lepas dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa itu.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara tiba-tiba, spontan atau mendadak. Kesadaran ini muncul dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa Rasul Muhammad) Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya hadis yang menjelaskan tentang urgrnsi dan keutamaan ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan.
Setelah Muhammad wafat, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi darah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M. Namun cikal bakal pendidikan Islam dalam sebuah institusi baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab (Nasr,1994).
Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar bin Khatab mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber bagi masyarakat Islam di wilayah tersebut. Mereka biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada Umat Islam melalui khalaqoh-khalaqoh majlis khusus untuk mempelajari agama dan mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat.
Istitusi pendidikan Islam yang modern baru muncul pada akhir abad X M. Dengan didirikannya perguruan (universitas) Al-Azhar di Kairo. Selain dilengkapi oleh perpustakaan dan laboratorium juga sudah diberlakukan kurikulum pengajaran yang berisi disiplin-disiplin ilmu yang harus diajarkan kepada peserta didik. Kurikulum yang diajarkan adalah kurikulum yang berimbang. Makdunya selain ilmu-ilmu agama juga diajarkan ilmu-ilmu akal sepertilogika, kedokteran, geografi, matematika dsb.
Istitusi pendidikan Islam yang ideal pada masa itu yang lainnya adalah madrasah Nizamiyah. Perguruan ini sudah menggunakan sistem sekolah. Arinya telah ditentukan waktu penerimaan siswa, tes kenaikan, ujian akhir sekolah, pengelolaan dana sendiri, kelengkapan fasilitas, perekrutan tenaga pengajar yang selektif, dan pemberian bea siswa untuk siswa berprestasi.
Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas yang tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan istana pun terbuka untuk umum. (Ahmad Warid Khan Okt 1998). Namun setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran. Paradigma pendidikan Islam pun mengalami perubahan besar dari sebuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri anak didik agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas,1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimak. Pada kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik. Namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemundurun.
Dari gambaran kejayaan dunia pendidikan Islam terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam dari pasif-defensif menjadi aktif-progre intelektual senantiasa dilandasi oleh, Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifatas pendidikan di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama, di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas adalah upaya menegakan agama dan mencari ridlo Allah. Kedua, adanya perimbangan antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan adalah kecenderungan untuk lebih menitikberatkan pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non agama dalam dunia Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat.
Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal. Karena selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan, minimal membuka kembali sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang tentunya akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Keempat, Mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi dapat diaplikasikan dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu manghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan zaman dan peka terhadap lingkungan.
Kelima, Adanya perhatian dan dukungan dari para pemimpin (pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah akan mempercepat penemuan kembali peradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat.
Daftar Putaka:
Al Djamali Fadhil, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, Golden Terayon Press, Jakarta.
Al- Maliki, M. Alawi, 2002, Prinsip-prinsip pendidikan Rasulullah, Jakarta: Gema Insani.
Anam, M. Khoirul, 2003, Melacak Paradigma Pendidikan Islam (Sebuah Upaya Menuju Pendidikan Yang Memberdayakan).
Azra, Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam, Jakarta: Kalimah.
Departeman Pendidikan Nasional, 2003, UU R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi.
Feisal Amir Jusuf, Reorientasi Pendidikan Islam, GIP, Jakarta 1995
Hasbullah, 2006, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja grafindo Persada.
Kebijakan Pendidikan Indonesia Salah Arah, Yogyakarta, www.kr.co.id, 7 Agustus 2006
Mahmud dan Tedi Priatna, 2005, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Safira
Muhaimin, 1994, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Nata, Abudin, 2001, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Prenada Media
Ramayulis, Asari Hasan, Dasar-Dasar Pemikiran Islam, Gema Media Pratama, Jakarta, 2001
Syafei, Inu Kencana, 1992, Alquran Sumber Segala Disiplin Ilmu, Jakarta: Gema Insani Press.
0 comments:
Posting Komentar