“Sebenarnya Islam telah memperoleh kemajuan pesat dalam
lapangan ilmu pengetahuan. Mereka mengajar kita berhitung. Mereka
mendapat ilmu Aljabar dan Ilmu Pasti. Mereka memadu dan melanjutkannya,
sehingga diperolehnya pula ilmu ukur Analtyc. Tidak ada pertikaian
paham, merekalah pertama kali mendapat ilmu Plenometry dan
Trygonometry. Ilmu-ilmu ini belum pernah diketahui orang Yunani
sebelumnya” (Prof. Dr. Carra de Vaux)
Ketika Khalifah Al Mansur memegang kekuasaan, ia
merencanakan membuat Baghdad Baru. Baghdad Lama, terletak dalam daerah
Byzantium. Baghdad Baru direncanakan, supaya didirikan diluar daerah
Rumawi. Diistananya terdapat insinyur-insinyur dan ahli-ahli
perbintangan. Rencana Baghdad Baru, dikerjakan dibawah pengawasan
menteri Khalid bin Marmaki. Kepala kerja Naubakh, seorang ahli ilmu
bintang. Naubakh dibantu oleh seorang insinyur muda, bernama
Masha’allah. Baghdad Baru mulai didirikan dalam tahun 145 H atau 762 M.
Pada suatu ketika, Ya’kub al-Fazari, membawa menghadap Khalifah,
seorang ahli ilmu bintang, bernama Manka, didatangkan dari India, Manka
mempersembahkannya pada Khalifah, sebuah buku Sanskrit, Shindhin
namanya. Buku Shindhin ini dinamakan juga Sidhantadisalin ke bahasa Arab
oleh Al-Fazari Muda. Salinan itu, sekarang tidak dijumpai lagi.
Al-Fazari, adalah Muslim pertama menciptakan Astrolabe (Pengukur tinggi
dan jarak bintang)
Masha’allah wafat, pada tahun 815 M. Ia seorang terpelajar penting,
dan penulis buku-buku ilm bintang, Astrolabe dan Meteorology. Buku
karangannya bernama De Mercibus, adalah buku pengetahuan Arab tertua.
Buku A-Fazari, telah disalin sebahagian ke dalam bahasa Latin, pada abad
pertengahan. Penyalin buku itu bernama Johannes de Luna Hispalensis.
Salinan ini dipergunakan oleh Universitas Eropah, untuk mengajar Ilmu
Bintang. Dari sinilah orang Barat mengetahui benda-benda dicakrawala.
Dalam suatu observatorium yang diadakan di dua tempat, yaitu di
Baghdad dan Junde-Shahpur. Di Baghdad, diikuti dengan pendirian
observatorium baru, di dirikan dekat pintu Shammasiya. Pendirian ini,
diserahkan pimpinannya kepada Sin bin Ali, seorang Muslim keturunan
Yahudi. Observatorium ini, berhasil menyelesaikan suatu daftar
observasi. Pemeriksaan dan pengujian daftar diselesaikan berpedoman
kepada buku Sindhin. Daftar ini kemudiandikenal dengan Daftar Al-Ma’mun (Tables of al-Ma’mun)
Inilah pertama kali, timbul cabang ilmu yang dinamakan Ilmu Bintang
dalam Islam. Orang Eropah, kemuadian menyalin buku itu ke dalam bahasa
Yunani, dengan nama Astronomos. Orang Inggris menyebutnya dengan Astronomy. Inilah permulaan kata Astronom, masuk kamus Eropah. Demikianlah kita dapati sebagai istilah astro dalam ilmu perbintangan Islam, umpanya:
Astrodicticum = Alat pencari bintang-bintang
Astrognose = Pengetahuan letaknya bintang-bintang
Astrolabium = Untuk mengetahui tinggi bintang, dengan menggunakan ilmu ukur segi-tiga
Astroskoopie = Teropong jauh, untuk melihat peredaran bintang-bintang.
Buku Sumber “KULTUR ISLAM” Oleh, Dr. OEMAR AMIN HOESIN
0 comments:
Posting Komentar