Mengulang
judul diatas, mengapa manusia berfilsafat? Kekaguman atau keheranan,
keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan merupakan 3
hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat.
Plato (filsuf Yunani,
guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : Mata kita memberi pengamatan
bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan
ini memberi dorongan kepada kita untuk meyelidiki. Dan dari
penyelidikan ini berasal filsafat. Berbeda dengan Plato; Agustinus dan
Rene Descartes beranggapan lain.
Menurut mereka, berfilsafat itu bukan
dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka
berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran,
ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh
panca inderanya yang sedang keheranan?
Rasa heran dan
meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam,
menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang
hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini
disebut dengan berfilsafat.
Bagi manusia,
berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan
keterbatasan pada dirinya. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat
terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau
kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia
berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas,
pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan
untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
A. Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang
selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban
secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari
filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan
keindahan.
1. Tentang ”Ada”
Persoalan tentang ”äda”
( being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah
satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis,
kosmologi ( perkembangan alam semesta ) dan antropologis ( perkembangan
sosial budaya manusia ). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral
kajian tersendiri.
2. Tentang ”Pengetahuan” ( knowledge )
Persoalan tentang
pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi (
filsafat pengetahuan ). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata
episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti
teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang
mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan,
struktur, metode dan validitas pengetahuan.
3. Tentang ”Metode”( method )
Persoalan tentang
metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian /
telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan
azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu
penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.
4. Tentang ”Penyimpulan”
Logika ( logis ) yaitu
ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana
berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri
dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika
bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti :
Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat?
Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara
alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini
merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
5. Tentang ”Moralitas” ( morality )
Moralitas menghasilkan
cabang filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah satu cabang
filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.
6. Tentang ”Keindahan”
Estetika adalah salah
satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan.
Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan.
Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah
seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.
B. Ciri dan Permasalahan Filsafat
Filsafat tidak
menyangkut fakta. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan bukan merupakan
pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat faktual.
Filsafat juga
menyangkut keputusan-keputusan tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau
persoalan filsafat merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan keputusan tentang nilai-nilai.
Pertanyaan filsafat
bersifat kritis. Salah satu tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji
dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan maknanya dan menentukan
batas-batas aplikasinya.
Pertanyaan kefilsafatan
bersifat spekulatif. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan melampaui
batas-batas pengetahuan yang telah mapan.
Pertanyaan kefilsafatan
bersifat sinoptik atau holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti
filsafat memandang suatu masalah secara integral.
C. Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan
- Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997 ) dinyatakan bahwa karakteristik Berfikir Filsafat , yaitu :
- Menyeluruh / Universal : Melihat konteks keilmuan tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri
- Mendasar : Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri
- Spekulatif : Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat menangguk pengetahuan secara keseluruhan.
- Radikal : berfikir sampai keakar-akarnya
- Konseptual : memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas
- Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika.
- Bertanggungjawab : hasil pengkaijian dapat dipertanggungjawabkan sebagai satu bidang kajian ilmiah.
* Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.
Wakil Rektor I UHAMKA Jakarta / Mahasiswa Program Doktoral (S3) Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
** Mustakim, S.Pd.,MM**
Guru SMP Negeri 2 Parungpanjang Kabupaten Bogor. / Mahasiswa Program Doktoral (S3) Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
======================
0 comments:
Posting Komentar