Kurikulum
memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3)
strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa
dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang
masing-masing komponen tersebut.
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi
manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk
mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis
penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya
masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan
pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh
Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal
akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
- Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
- Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
- Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional,
tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional,
bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan
pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam
tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari
setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007
dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
- Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut
kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang
dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh
tujuan kurikuler yang berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana
diisyaratkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar :
1Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
- Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
- Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
- Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
- Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2. Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di SMA
- Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan negara
- Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan untuk mendalami ilmu ekonomi
- Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara
- Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
3. Tujuan Mata Pelajaran Kewirausahaan pada SMK/MAK
- Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat
- Berwirausaha dalam bidangnya
- Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya
- Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.
4. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMK/MAK
- Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
- Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
- Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
- Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari
pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat
abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang
hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata
pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before”
(Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain,
tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan
perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku
tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotor.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari
beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran
spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran,
yakni :
- Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
- Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
- Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini
memiliki arti yang sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap
keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas
bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat
yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar
filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai
pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada
pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya
pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan
menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi
diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek
afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan
filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan
pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang
krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan
dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori
pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada
pencapaian kompetensi.
Dalam implementasinnya bahwa untuk
mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh
dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum
dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model
kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk
mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks
sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik
dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam
menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang. .
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau
bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang
didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)
penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini,
materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
- Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
- Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
- Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
- Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
- Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
- Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
- Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
- Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
- Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
- Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada
filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan
kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus
diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial,
misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi
pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil
dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil
hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci
menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan
obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak
bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum
terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam
implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang
beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya
cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi
pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik
memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi
pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
- Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
- Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
- Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
- Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari
pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan
tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
- Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
- Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
- Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
- Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
- Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
- Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
- Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
- Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
CStrategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat
dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum
terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal
ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi
pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam
pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang
banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka
pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi
pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang
sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya
dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi
dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya
bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau
seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi
pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut
kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses
pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara
aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling
sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari
kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses
pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk
penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan
memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti :
pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi,
dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider.
Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan
lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta
didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para
peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya
pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan
kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi
seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis
masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar
tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya
mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan
perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata
banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap
strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan
isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat
mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan
berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan
proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan
efektivitas yang tinggi.
D. Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari
pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam
mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
- Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
- Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
- Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
- Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
- Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang
bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran,
yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran
estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut
selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu,
yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk
memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta
untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan
kegiatan pengembangan diri.
E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan
oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the
estimation of growth and progress of students toward objectives or
values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum
secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja
yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga
relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective,
it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of
students, the relative importance of various subject, the degree to
which objectives are implemented, the equipment and materials and so
on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas
atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan
oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah
satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap
bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip
pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge
presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,
continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi,
bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu
dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan
kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi
kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes
prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen
untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare,
inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan
penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun
untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil
evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan
kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga
dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana
pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta
didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu
pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan
dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata
(1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu :
(1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan
obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model
evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input,
Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan
peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program
itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja
(performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria
tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai
kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan
oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat
dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini
keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan
sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat
dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
- Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
- Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
- Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
- Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.
Sumber Bacaan :
Depdiknas.
2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________.
2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
________. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
Tim Pengembang MKDK. 2002.. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
0 comments:
Posting Komentar